![]() |
Foto : Tak kurang dari seribuan tenaga honorer di Lotim melakukan demo menuntut diangkat menjadi PPPK |
LOMBOK TIMUR - Kejelasan status untuk segera diangkat menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN), Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) dan kesetaraan gaji memaksa para honorer di seluruh dinas/instansi di Kabupaten Lombok Timur (Lotim) menggelar aksi unjuk rasa, Senin (20/1).
Tergabung dalam Forum Komunikasi Honorer Daerah (FKHD) dan Aliansi Honorer R2 dan R3 Indonesia (AHR2I), tenaga honorer bersikeras agar status mereka mendapat kepastian.
Aksi damai yang berlangsung di Kantor Bupati Lombok Timur diikuti sekitar ribuan pegawai honorer dari seluruh Organisasi Perangkat Daerah (OPD) tempat mereka bekerja. Selain melakukan orasi, mereka pun menggelar mimbar bebas sambil membawa spanduk.
Keresahan para honorer diungkapkan dalam orasinya. Salah satunya Sapian, petugas tenaga kesehatan di Puskesmas Lendang Nangka, Masbagik. Dia hanya meminta adanya kepastian status sebagai PPPK dan kesetaraan gaji yang selama ini belum dapat dipenuhi pemerintah.
"Harapan kami hanya meminta kejelasan sesuai dengan apa yang tertuang dalam aturan terkait honorer dan PPPK. Kami juga sudah membaca apa yang telah dijelaskan bupati," jelas Sapian kepada wartawan.
Kekesalan itu bertambah katanya, ketika ada tenaga honorer yang dinyatakan lulus menjadi PPPK, padahal mereka tidak lama menjadi tenaga honorer. Sementara, tenaga honorer yang sudah lama mengabdi tak kunjung diangkat. Meskipun itu melalui tes terpusat.
"Bagi kami itu tidak masalah karena mungkin mereka (honorer,Red) yang lulus karena kecerdasannya. Tapi, sebaiknya dipertimbangkan dengan masa mengabdi kami, bahkan senior-senior kami," tambahnya.
Kebijakan untuk mengangkat tenaga honorer yang sudah lama mengabdi menjadi PPPK ungkapnya, merupakan solusi yang terbaik. Apalagi didasari rasa simpati dan kemanusiaan antar sesama profesi. Karenanya, senioritas perlu diutamakan untuk dijadikan PPPK
Dia juga menyoroti jam tugas ditambah piket melebihi dari ketentuan. Nakes honorer seharusnya bekerja selama 4 jam, tapi malah bekerja 8 jam dan ditambah piket di pustu selama 1x24 jam. Sesuai dengan pekerjaan paruh waktu berdasar aturan yang berlaku.
"Dilapangan jam bekerja dan piket honorer melebihi batas yang ditentukan. Jelas ini melanggar UU. Oleh karenanya, kami ingin segera diangkat menjadi PPPK tanpa tes," tandasnya.
Selain beban jam kerja yang meningkat, Sapian pun membeberkan jumlah gaji honorer yang jauh dari kata layak. Nakes honorer hanya memperoleh gaji per bulannya dengan kisaran antara Rp. 500 ribu - Rp. 700 ribu.
Kesetaraan gaji tambah dia, disesuaikan dengan Upah Minimum Kabupaten (UMK) sesuai amanat Perrmendagri, Menpan RB, maupun aturan yang lainnya.
"Tuntutan kami hanya ingin dilegalkan menjadi PPPK. Kami para nakes khususnya bisa saja mogok kerja, tapi itu tidak kami lakukan," ujarnya.
Selaras yang diucapkan salah seorang Bidan Puskesmas Sikur, Siti Aisyah. Mengaku sudah mengabdi selama 14 tahun menjadi bidan desa, Aisyah merasa jika dirinya selama ini bekerja tanpa pamrih dan sukarela. Bahkan dengan nilai honor yang hanya Rp. 500 ribu diterimanya, tidak mampu memenuhi kebutuhan keluarganya.
"Saat masa pandemi covid-19 lalu, kami bertaruh nyawa untuk bekerja. Nyatanya, sampai saat ini status kami tidak pernah berubah dan tidak termasuk dari BPJS," keluhnya.
Sementara, Koordinator Aksi, Irwan Munazir mengatakan bahwa tuntutan mereka saat ini yakni meminta gaji yang sesuai Upah Minimum Kabupaten (UMK) dengan aturan jika memang diangkat menjadi PPPK paruh waktu senilai Rp. 2,6 juta. Jika memang tidak memungkinkan untuk itu, maka diminta penggajian juga diarahkan melalui Dana Tak Terduga (DTT).
“Biar gaji lebih tinggi sedikit dan kesejahteraan teman-teman honorer, masak kita kalah dengan kabupaten/kota lainnya,” kata Irwan.
Dalam aksi unjuk rasa tersebut, sempat digelar dialog antara Kepala BKPSDM Lotim, H. Mugni bersama tenaga honorer. Namun karena dirasakan tidak ada kepastian dan jawaban, para honorer pun berjanji akan menggelar aksi serupa. (CN)
0 Komentar